![]() |
gambar : www.beritabojonegoro.com |
Pendidikan merupakan fondasi utama pembangunan bangsa, namun Indonesia terus menghadapi tantangan serius, terutama terkait kesejahteraan guru. Profesi guru, yang dianggap sebagai fondasi peradaban dan garda terdepan pembangunan sumber daya manusia (SDM), nyatanya masih menjadi sorotan karena kesejahteraannya dinilai belum sepadan. Rendahnya penghargaan yang diterima mengurangi minat masyarakat untuk menjadi guru, dan masalah gaji yang rendah bahkan diakui oleh Menteri Keuangan sebagai salah satu tantangan bagi keuangan negara. Anggota Komisi X DPR RI, Juliyatmono, menegaskan bahwa gaji standar guru idealnya harus mencapai Rp 25 juta per bulan agar profesi ini kembali ideal dan minat terhadapnya meningkat.
Realitas di lapangan sangat kontras dengan angka ideal yang diusulkan. Berdasarkan data Kemendikbud 2024, rata-rata gaji guru Aparatur Sipil Negara (ASN) Golongan III baru berkisar antara Rp 4 juta hingga Rp 7 juta per bulan, sementara guru honorer bisa menerima jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR) daerah. Bahkan, laporan BPS per Februari 2025 menempatkan sektor pendidikan sebagai salah satu dari 5 bidang usaha dengan gaji terendah di Indonesia, dengan rata-rata Rp 2,79 juta per bulan. Fakta lebih memilukan diungkap oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar, di mana banyak guru madrasah hanya dibayar Rp 100 ribu per bulan atau bahkan tidak digaji sama sekali, meskipun mereka tetap menjalankan tugasnya karena keikhlasan (lillahi ta'ala). Kesenjangan ini diperparah ketika guru, baik PNS maupun honorer, harus membiayai sendiri kebutuhan operasional mengajar seperti membeli spidol, kertas fotokopi, hingga proyektor, yang menunjukkan adanya kesenjangan besar antara beban kerja dan penghargaan.
Peningkatan kesejahteraan guru, seperti yang ditunjukkan oleh laporan UNESCO, adalah metode efektif untuk mempertahankan guru yang berkualitas, terutama di bidang-bidang kritis seperti sains dan matematika. Juliyatmono menyatakan bahwa guru yang dihargai secara layak akan memiliki motivasi yang lebih besar dalam mengajar, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Untuk mewujudkan hal ini, ia menyinggung perlunya efektivitas alokasi anggaran pendidikan, yang saat ini mencapai 20 persen dari APBN, tetapi belum sepenuhnya fokus menjangkau peningkatan kesejahteraan guru. Ia mendorong agar kebijakan pendidikan nasional benar-benar meletakkan guru sebagai garda terdepan pembangunan SDM melalui fokus anggaran yang terarah.
Kesejahteraan guru bukanlah sekadar tunjangan, melainkan investasi strategis yang menentukan kualitas SDM masa depan. Pendidikan ditekankan sebagai jalan utama untuk memutus rantai kemiskinan, karena tingkat pendidikan setingkat S1 saja cenderung membuat keluarga tidak miskin. Jika profesi guru tidak dihargai secara layak, kita tidak bisa berharap banyak dari sistem pendidikan untuk menghasilkan lulusan dengan kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan problem-solving yang dibutuhkan abad ke-21. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mencari solusi terbaik untuk persoalan tenaga honorer yang puluhan tahun mengabdi, dan memastikan bahwa guru—sebagai fondasi peradaban—memperoleh penghargaan finansial dan dukungan yang memungkinkan mereka fokus pada tugas utamanya, yaitu mencerdaskan anak bangsa.
Referensi :
- Anggota Komisi X DPR: Idealnya Gaji Guru di Indonesia Rp 25 Juta per Bulan (detikedu dot com)
- Anggota Komisi X DPR: Idealnya Gaji Guru di Indonesia Rp 25 Juta per Bulan (Kompasiana dot com)
- Disinggung Sri Mulyani, Berapa Gaji Guru dan Dosen? (Tempo dot co)
- Gaji Guru PNS 2025 Golongan I-IV dan Tunjangannya (Dealls dot com)
- Masalah & Tantangan Pendidikan yang dihadapi Indonesia (Sampoernafouondation dot org)
- Menag Prihatin Guru Madrasah Dibayar Rp 100 Ribu Sebulan, Bahkan Tak Digaji (detik dot com)
- Nasib Guru di Indonesia Setelah Gajian, Habis untuk Beli Spidol dan Fotokopi (Harian Massa dot id)
- Politisi PKB Prihatin Nasib Guru Honorer yang Belum Diangkat Menjadi ASN (PKB dot id)

No comments:
Post a Comment